Senin, 18 Maret 2013

Kelirumologi Konsep Pemikiran

Pernah dengar konsep ‘kelirumologi’? Buat yang belum tahu, ini adalah konsep yang pernah dicetuskan Bpk. Isar Sarimbit...(Punten salah nyebat nami...heuheueu..!)Jaya  Suprana maksud saya,tahu kan siapa Jaya Suprana? Pasti tahu dong! Iya kan? hahahhaa...
Sesuai dengan akar katanya ‘keliru’, konsep ini mencoba mengungkapkan bahwa dunia ini penuh dengan kekeliruan-kekeliruan.
Well friends, what do you think? Kalau saya sih setuju-setuju saja dengan keberadaan konsep itu. Coba saja perhatikan, gali, dan pelajari diri kita sendiri dan lingkungan di sekitar kita; saya yakin setiap orang pasti pernah melakukan sebuah kesesatan logis, argumen yang tidak terarah, atau argumen yang cacat. Misalnya, kita berargumen atas sebuah pendapat pribadi kita yang sebenarnya kebenarannya juga masih diragukan… tapi karena kepiawaian kita berbicara/berkomunikasi, maka orang-orang yang mendengar kita menjadi begitu yakin bahwa pendapat kita benar (hahahaha…. jangan-jangan sebenarnya tulisan ini juga sedang membuat argumen tidak terarah buat para pembacanya…. Memangnya pendapat saya tentang kelirumologi ini bener gitu??? Hahahaha….).
Keberadaan konsep kelirumologi ini juga toh tidak bisa dibantah secara keilmuan, -setidaknya oleh ilmu filsafat-. Dalam ilmu filsafat kan jelas-jelas ada konsep-konsep argumen yang keliru seperti Argumentum ad Hominem, Argumentum ad Baculum, Argumentum ad Misericordiam, Argumentum ad Ignorantiam, dsb (yang belum tau makna istilah-istilah ini silakan bertanya! Kalau diterangin di sini mah kepanjangan atuh!), yang memang membuktikan bahwa setiap orang (tanpa kecuali) pasti pernah bernalar secara keliru, paling tidak dengan alasan mencari pembenaran atas pendapat/pemikirannya.
But wait! Sebelum ocehan ini diteruskan, sepertinya ada yang lebih perlu kita pikirkan deh! Yaitu, terlepas dari keliru atau tidaknya sebuah statement ataupun perilaku seseorang, kita harus juga berpikir tentang: definisi keliru itu sendiri apa sih? Bisakah kita membuat batasan mutlak atas kata ‘keliru’? Dan sejauh mana sih sebenarnya kita bisa disebut keliru atau tidak keliru?
Let’s think….. Mencuri itu keliru ga? Berbohong itu keliru ga? Marah itu keliru ga? Poligami itu keliru ga? Aborsi itu keliru ga?  Gimana tuh? Kalau keliru, keliru menurut apa/siapa? Kalau benar, benar menurut apa/siapa?
Kalau kita memakai batasan yang dimiliki etika (filsafat moral), apakah kita bisa benar-benar yakin bahwa hal-hal disebutkan di atas adalah mutlak keliru? Toh, sebuah moralitas yang dianggap universal dan absolut pun pada akhirnya selalu bersifat ‘prima facie’ (=kemutlakan yang masih bisa dikalahkan kemutlakan lain yang lebih tinggi/lebih urgent). Dengan kata lain, segala hal di dunia ini (menurut saya) selalu berada dalam wilayah kenisbian. Ga ada yang mutlak (kecuali Tuhan tentunya). Bahkan agama pun (lagi-lagi menurut saya) menawarkan kenisbian yang sama (Nah lho, kalimat terakhir ini pasti banyak diprotes! Hahaha…. ). Misalnya aja gini deh…. Menurut ilmu fiqh, makan babi itu haram buat orang Islam. Tapi ketika tidak ada makanan lagi di dunia ini, kita kan akhirnya dibolehkan juga makan babi. Atau…. Mencuri itu haram dan dosa. Tapi seorang istri yang tidak pernah diberi nafkah materi oleh suaminya yang sangat pelit, ternyata dibolehkan lho untuk ‘mencuri’ uang suaminya (ini kata seorang ustad lho, bukan kata saya. Jadi kalau ada istri yang nyuri uang suami, si suami sebaiknya introspeksi diri dulu sebelum marah-marah: “Pelitkah saya?” hahahaha….).
See? Agama pun punya kenisbian….
Jadi kalau menurut saya sih, yang bisa dibilang tidak keliru adalah (walaupun mungkin pendapat saya ini pun keliru juga! Maafkan saya…. hahaha) ketika sebuah statement atau perilaku bisa eksis/diterima oleh orang lain dengan kerelaan dan keikhlasan sesuai dengan kadarnya masing-masing. Ngerti ga maksud saya? Kalau ga ngerti…. jangan kuatir, belum tentu ketidakmengertian anda disebabkan karena anda kurang pintar, melainkan bisa jadi karena sayalah yang keliru menerangkan!
Oke deeeeeh, yang penting jangan pernah takut untuk keliru selama anda bisa mempertanggungjawabkan semua kekeliruan anda dan mau memperbaiki diri setelahnya. Lagipula kata filsuf Sahrie (saya menyebut tokoh filsafat yang terkenal dengan teori falsifikasi ini sebagai Bapak Kekeliruan), dari kekeliruan-kekeliruan itulah kita pada akhirnya perlahan-lahan bisa mencapai kebenaran yang hakiki….
Well temans, akhir kata terserah anda deh apakah anda mau memandang tulisan ini sebagai sebuah kebenaran atau kekeliruan… Kalau ada hal-hal yang ga nyambung, ya harus dimaklumi juga, karena toh judulnya saja udah KELIRUMOLOGI. So, saya boleh dong mengoceh sebanyak-banyaknya secara keliru! :-D
(Lie 78, sebuah tulisan iseng yang terinspirasi dari hasil ngobrol usil dengan para mahasiswa magister dan doktoral Jurusan Filsafat dan Teologi, Gunung Bitung,Calodas.

1 komentar: